Pembuatan Preparat Pollen dengan Metode Asetolisis

Kamis, 29 Desember 2011

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Seperti mahluk hidup lainnya, tanaman juga dapat berkembang biak. Perkembangbiakan tanaman secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu perkembangbiakan secara alami dan juga buatan (Anonim, 2009).
Perkembangbiakan alami adalah perkembangbiakan tanaman oleh tanaman itu sendiri secara alami atau dibantu oleh alam. Sedangkan perkembangbiakan secara buatan adalah perkembangbiakan tanaman yang mendapat campur tangan manusia (Anonim, 2009).
Tanaman berkembangbiak secara alami melalui berbagai macam cara. Tanaman berkembangbiak secara alami dengan 2 cara yaitu generatif dan vegetatif. Generatif adalah bahwa tanaman tersebut berkembang biak secar kawin, yaitu bertemunya sel jantan yang terdapat pada benang sari dan sel betina yang terdapat pada putik. Bertemunya 2 sel ini nantinya akan menghasilkan buah yang berbiji 2 yaitu dikotil. Tanaman yang dikembangbiakkan melalui cara ini biasanya memiliki sifat genetis yang berbeda dari tanaman induk dan biasanya mengalami kemunduran (Anonim, 2009).
Perkembangbiakan secara vegetative dapat terbentuk dari sel jaringan nucellus, serta terbentuknya tanaman dari bagian bagian khusus yaitu umbi, rhizome, runner dan anakan. Perkembangbiakan dengan terbentuknya umbi juga terbagi menjadi beberapa cara yaitu umbi lapis seperti terbentuknya bawang dan bunga tulip, umbi sisik seperti terbentuknya bunga gladiol, umbi batang seperti terbentuknya kentang dan umbi akar seperti terbentuknya ubi jalar (Anonim, 2009).
Berdasarkan teori diatas maka dilakukanlah percobaan tentang pembuatan preparat pollen dengan menggunakan metode asetolisis.

I.2 Tujuan Percobaan
            Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara pembutan preparat serbuk sari kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis dengan menggunakan metode asetolisis.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangbiakan pada tumbuhan biji terletak pada bunga. Bunga merupakan alat perkembangbiakan generatif pada tumbuhan biji. Bunga mempunyai dua bagian utama, yaitu perhiasan bunga dan alat kelamin bunga. Perhiasan bunga terdiri atas kelopak dan mahkota. Alat kelamin bunga terdiri atas putik dan benang sari (Nugroho, 2006).
Putik yaitu alat kelamin betina yang terdiri atas kepala putik, tangkai putik, dan bakal buah. Kepala putik merupakan tempat berlangsungnya penyerbukan. Didalam bakal buah terdapat bakal biji yang merupakan tempat terjadinya pembuahan. Antara kepala putik dan bakal buah duhubungkan oleh tangkai putik. Benang sari yaitu alat kelamin jantan yang terdiri atas tangkai sari dan kepala sari. Didalam kepala sari terdapat kantung serbuk sari yang menghasilkan serbuk sari (Hamka, 2010).
Mahkota yaitu helaian berwarna yang berfungsi untuk menarik perhatian serangga atau hewan lain. Letaknya melingkar disebelah dalam kelopak dan mengelilingi alat kelamin bunga. Selain dilengkapi kelopak dan mahkota, bunga ada yang dilengkapi dengan aroma dan kelenjar madu untuk mengundang kedatangan hewan tertentu. Kelopak yaitu alat perhiaan bunga yang berfungsi sebagai pelindung bunga pada saat masih kuncup dan sebagai penyangga bunga pada saat bunga sudah mekar. Kelopak bunga pada umumnya berwarna hijau (Hamka, 2010).
Asetolisis adalah salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang menggunkan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil amatan morfologi dinding serbuk sari ornamentasi dari serbuk sari tersebut. Serbuk sari yang digunakan dalam pembuatan preparat ini haruslah merupakan serbuk sari yang matang. Serbuk sari yang matang ini dapat ditandai dengan sudah tidak ada air dalam serbuk sari tersebut, jika serbuk sari dipatahkan maka hanya akan seperti tepung saja (Riza, 2011).
Langkah-langkah dari proses asetolisis ini antara lain adalah fiksasi, pemanasan, pencucian, pewarnaan (staining), penutupan (mounting), dan labelling. Langkah pertama yaitu fiksasi serbuk sari. Fiksasi adalah suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan, dalam hal ini serbuk sari agar tetap pada tempatnya, dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran dengan media kimia sebagai fiksatif. Fiksasi umumnya memiliki kemampuan untuk mengubah indeks bias bagian-bagian sel, sehingga bagian-bagian dalam sel tersebut mudah terlihat di bawah mikroskop. Tetapi tidaklah berarti banyak, karena tanpa diwarnai bagian-bagian jaringan tidak akan dapat jelas dibedakan satu sama lain, dan untungnya fiksatif mempunyai kemampuan untuk membuat jaringan mudah menerap zat warna. Dari proses fiksasi ini, fiksatif diharapkan akan (Anonim, 2010) :
Menghentikan proses metabolisme dengan cepat
Mengawetkan elemen sitologis dan histologis
Mengawetkan bentuk yang sebenarnya
Mengeraskan atau memberi konsistensi material yang lunak biasanjya secara koagulasi, dari protoplasma dan material-material yang dibentuk oleh protoplasma
Ada dua macam fiksatif, yaitu fiksatif sederhana dan majemuk atau campuran. Fiksatif sederhana merupakan larutan yang di dalamnya hanya mengandung satu macam zat saja, sedangkan fiksatif majemuk atau campuran adalah larutan yang di dalamnya mengandung lebih adri satu macam zat. Fiksatif yang digunakan serbuk sari dalam pembuatan preparat ini ada satu bahan utama yaitu asam asetat glasial dan satu bahan tambahan, yaitu H2SO4 (asam sulfat) pekat. Kedua fiksatif tersebut termasuk dalam fiksatif sederhana. Asam asetat adalah cairan yang tidak berwarna dengan bau yang tajam. Sedangkan asama asetat glasial adalah asam asetat yang padat dan murni serta dapat mencair pada suhu 117°C. Asam asetat dapat bercampur dengan alkohol dan air. Fiksatif ini dibuat dengan jalan distilasi dari kayu dalam ruang hampa udara. Hasil distilasi ini adalah piroligneous, dimana piroligneous ini adalah campuran yang mengandung asam asetat yang kemudian asam asetat ini kemudian dipisahkan dari campurannya (Anonim, 2010).
Asam asetat dapat mengendapkan nukleoprotein, tetapi melarutkan histon dalam nukleus, tidak melarutkan lemak, juga bukan pengawet karbohidrat. Daya penetrasinya cepat, tetapi dapat membengkakkan jaringan,  ini disebabkan oleh bertambahnya diameter serabut-serabut dalam jaringan tersebut. Asam asetat memiliki dua fungsi dalam sitologi, yaitu mencegah pengerasan dan mengeraskan kromosom. Dalam konsentrasi tinggi, asam asetat dapat menghancurkan mitokondria dan apparatus golgi (Anonim, 2010).
Setelah fiksasi minimal 24 jam, selanjutnya yang dilakukan adalah centrifuge serbuk sari dan fiksatif dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Tujuan dari centrifuge ini adalah memisahkan serbuksari dan asam asetat glacial, karena serbuk sari berukuran kecil dan bercampur dengan asam asetat glacial sehingga serbuk sari susah untuk diambil, maka diperlukan centrifuge. Dari hasil centrifuge ini akan terbentuk supernatan asam asetat dan endapan serbuk sari. Asam asetat kemudian dibuang, sehingga didapatkan serbuk sari yang mengendap di dasar tabung centrifuge saja. Pembuangan asam asetat ini perlu kehati-hatian agar serbuk sari yang mengendap di dasar tabung tidak menyebar kembali dalam larutan asam asetat dan akan ikut terbuang (Anonim, 2010).
Larutan campuran antara H2SO4 pekat dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1 : 9 pada tabung centrifuge yang berisi endapan serbuk sari. Penambahan larutan kemudian diikuti dengan pemanasan campuran larutan tersebut di dalam waterbath (penangas air) di atas lampu spiritus. Pemanasan ini dilakukan hingga air dalam penangas mendidih. Pemanasan larutan ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi yang terjadi pada serbuk sari. Sedangkan penambahan H2SO4 dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:9 ini berfungsi untuk untuk melisiskan selulosa pada dinding serbuk sari (asetolisis), sehingga setelah dibuat preparat, morfologi eksin serbuk sari akan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan sebelum asetolisis. Selain itu, asetolisis ini juga berfungsi seperti proses fiksasi, yaitu memelihara atau mempertahankan struktur dari serbuk sari (Anonim, 2010).
Setelah pemanasan dalam waterbath selesai, serbuk sari dalam larutan akan berubah warna menjadi agak kecoklatan. Serbuk sari dan larutan yang dipanaskan ini kemudian didinginkan sejenak. Setelah dingin, langkah selanjutnya adalah melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang telah terasetolisis, memisahkannya dari larutan asam asetat glasial dan H2SO4 pekat. Centrifuge dilakukan selama 10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil centrifuge adalah supernatan di bagian atas tabung centrifuge, yaitu larutan asam asetat glasial dan asam sulfat pekat serta endapan di dasar tabung, yaitu serbuk sari yang telah terasetolisis. Supernatan kemudian dibuang secara hati-hati agar serbuk sari kyang sudah mengendap tidak menyebar kembali kedalam larutan dan ikut terbuang (Anonim, 2010).
Pencucian serbuk sari dengan aquadest sebanyak dua kali. Pencucian dilakukan dengan penambahan aquadesh ke dalam tabung centrifuge yang berisi serbuk sari kemudian melakukan centrifuge untuk mendapatkan serbuk sari yang sudah bersih. Perlakuan tersebut dilakukan dua kali untuk mendapatkan serbuk sari yang bersih tanpa ada sisa zat kimia seperti fiksatif dalam serbuk sari yang akan dibuat preparat (Anonim, 2010).
Pewarnaan adalah untuk meningkatkan kontras warna serbuk sari dengan sekitarnya sehingga memudahkan dalam pengamatan serbuk sari doi bawah mikroskop. Pewarnaan dapat memperjelas bentuk ornamen dinding sel serbuk sati serta mempermudah mengetahui ukuran serbuk sari. Safranin adalah suatu chlorida dan zat warna  basa yang kuat. Zat warna ini tergolong dalam zat warna golongan azine, yaitu zat warna yang mengandung cincin orthoquinonoid yang dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom N. Sebenarnya, zat warna ini akan mewarnai dengan sangat baik bila jaringan difiksasi dengan larutan fleming. Dalm pembuatan preparat serbuk sari, pewarnaan serbuk sari menggunakan safranin hasilnyas lebih baik. Dalam proses pewarnaan, safranin dilarutkan dalam sedikit aquades, hal ini masih dilakukan dalam tabung centrifuge. Setelah pewarnaan serbuk sari, kemudian dilakukan centrifuge kembali yang ditujukan untuk mendapatkan serbuk sari yang terwarnai dengan memisahkannya dengan larutan safranin dan aquades. Centrifuge dilakukan selama 10 menit dan dengan kecepatan 2000 rpm. Hasil dari sentriufuge adalah supernatan berupa larutan safranin dan aquadesh yang selanjutnya dibuang dan endapan berupa serbuk sari di dasar tabung yang selanjutnya digunakan untuk pembuatan preparat serbuk sari (Anonim, 2010).
Mounting atau penutupan ini merupakan langkah penting dalam pembuatan preparat, dimana serbuk sari diambil dari dasar tabung centrifuge kemudian diletakkan pada salah satu sisi object glass. Kemudian, di masing-masing sisi dari serbuk sari yang diletakkan ini disusun empat potongan kecil parafin. Selanjutnya di atas serbuk sari diletakkan potongan lembaran gliserin jelli. Susunan tersebut perlu dipertimbangkan peletakannya agar dapat dihasilkan preparat yang rapi dan proporsional. Setelah penyusunan gliserin jelli, parafin, dan serbuk sari selesai, langkah berikutnya dalam mounting adalah penutupan susunan tersebut dengan cover glass. Pemanasan ditujukan untuk mencairkan parafin dan gliserin jelli agar dapat menutup serbuk sari, sehingga dihasilkanlah preparat serbuk sari yang tahan dalam selang beberapa waktu (Anonim, 2010).
Langkah – langkah proses pembuatan preparat dengan metode asetolisis yaitu (Suntoro, 1983) :
Fiksasi
Pemanasan
Pencucian
Pewarnaan
penutupan

BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
            Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu pipet tetes, botol sampel, objek glass, degglass, sentrifuse, waterbath, pinset, bunsen, gegep dan tabung reaksi.

III.2 Bahan
            Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu air, serbuk sari kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis, aquadest, H2SO4 pekat, asam asetat glasial, parafin, label dan safranin.

III.3 Cara Kerja
Cara kerja pada percobaan ini yaitu :
Melakukan fiksasi yaitu merendam serbuk sari dengan menggunakan asam glacial sebanyak beberapa tetes pada botol sampel selama 24 jam. Kemudian melakukan sentrifuse selama 10 menit.
Melakukan pamanasan dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) pekat dengan asam glacial dengan perbandingan 1 : 9, selanjutkan disentrifuse selama 10 menit.
Melakukan pencucian sebanyak 2x dengan menggunakan aquades kemudian disentrifuse selama 10 menit.
Melakukan pewarnaan dengan menggunakan safranin 5 ml dan aquades, kemudian disentrifuse selama 10 menit.
Melakukan peenutupan yaitu mengambil serbuk sari dengan menggunakan piset, keemudian meletakkan serbuk sari pada preparat. Setelah itu menaruh potongan parafin kecil pada tiap sudut objek gelas, kemudian memanaskan diatas bunsen agar parafin mencair.
Melakukan labeling yaitu memberi label pada preparat.
Melakukan pengamatan dibawah mikroskop untuk melihat bagian – bagian pollen serta menggambar hasil pengamatannya




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

           Jenis pollen pada berbagai tanaman yaitu polen pada Gramine berbentuk bulat sedikit takteratur, dengan ukuran kurang dari 50 μm. Polen Hibiscus rosasinensis pollen berbantuk bulat dan dilengkapi spina atau duri-duri disekelilingnya. Bentuk Polen jambu air Eugenia sp. terlihat agak lonjong dan berukuran lebih besar dibanding polen Crinum asiaticum dan Eichornia crassipes. Sementara untuk spora paku Drymoglossum sp. berbentuk  bulat dengan spina pendek di sekelilingnya hampir menyerupai polen hibiscus tetapi berukuran lebih kecil dan terlihat jelas masih adanya sporangium.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh bahwa pollen bunga kembang sepatu Hibiscus rosasinensis berbentuk bulat dan dilengkapi spina atau duri-duri disekelilingnya. Dinding serbuk sari terdiri dari dua lapisan, yaitu Eksin (lapisan luar)  tersusun atas sporopolenin, dan In tin (lapisan dalam) yang tersusun atas selulosa. Struktur dinding serbuk sari, khususnya bagian eksin, merupakan salah satu karakter yang digunakan dalam identifikasi. Struktur halus eksin dapat dibedakan menjadi tiga tire, yaitu: tektat, semitektat, dan intektat.
Bagian-bagian pollen:
Pollen apertur adalah apapun modifikasi dari dinding serbuk sari gandum. Modifikasi tersebut meliputi menipis, pegunungan dan pori-pori, mereka berfungsi sebagai jalan keluar untuk isi serbuk sari dan memungkinkan menyusut dan pembengkakan pada gandum yang disebabkan oleh perubahan kadar air.
Serbuk sari atau pollen (bahasa Inggris) merupakan alat penyebaran dan perbanyakan generatif dari tumbuhan berbunga. Serbuk sari merupakan modifikasi dari sel sperma. Secara sitologi, serbuk sari merupakan sel dengan tiga nukleus, yang masing-masing dinamakan inti vegetatif, inti generatif I, dan inti generatif II.
Sel dalam serbuk sari dilindungi oleh dua lapisan (disebut intine  Sekelompok sel yang dikelilingi oleh selulosa dinding sel yang kaya disebut intineuntuk yang di dalam dan exine yang di bagian luar)  tahan dinding luar sebagian besar terdiri dari sporopollenin untuk mencegahnya mengalami dehidrasi.

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
               Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah :
Metode asetolisis merupakan salah satu metode pembuatan preparat serbuk sari yang menggunakan prinsip melisiskan dinding sel serbuk sari dengan asam asetat glasial serta asam sulfat pekat sebagai bahan tambahan.
Tahapan pada proses ini yakni fiksasi, pemanasan, pencucian, pewarnaan (Staining ), Penutupan ( Mounting ),  dan  labelling.
Pollen bunga kembang sepatu Hibiscus rosasinensis berbentuk bulat dan dilengkapi spina atau duri-duri disekelilingnya. Dinding serbuk sari terdiri dari dua lapisan, yaitu Eksin (lapisan luar)  tersusun atas sporopolenin, dan In tin (lapisan dalam) yang tersusun atas selulosa.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010, Perkembangbiakan Tanaman, http://duniatanaman.com/, diakses pada tanggal 8 Oktober 2011.

Anonim, 2010, Preparat Pollen dan Spora, http://t4q1y4.blog.com/, diakses pada tanggal 8 Oktober 2011.

Anonim, 2010, Palaeobotani, http://www.scribd.com/, diakses pada tanggal 8 Oktober 2011.

Hamka, 2010, Bunga Sebagai Alat Perkembangbiakan Pada Tumbuhan, http://hamkasukau.blogspot.com, diakses pada tanggal 8 Oktober 2011.

Nugroho, hartono dkk., 2006, Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Penebar Swadaya, Depok.

 Suntoro, Handari, 1983, Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia), Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta.


0 komentar:

Posting Komentar