BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi tubuh. Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan bahwa satuan terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan struktur terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan tumbuhan (Lianury, 2000).
Tubuh tumbuhan secara morfologi terdiri atas unit sel yang dilindungi oleh dinding, dan masing-masing sel dengan mengadakan kesatuan dengan adanya substansi antar sel. Di dalam tubuh tumbuhan sel-sel ini terdapat dalam kelompok yang secara struktural dan fungsional berbeda dengan kelompok sel yang lain. Kelompok-kelompok sel-sel tersebut dikenal dengan jaringan (Amanda, 2007).
Preparat awetan jaringan tumbuhan adalah salah satu media pembelajaran Biologi yang sangat efektif. Dengan latar belakang seperti di atas, maka diharapkan kita dapat mengamati dan melihat preparat dengan menggunakan metode paraffin dengan pewarnaan tunggal (Amanda, 2007).
Sel tumbuhan mempunyai bentuk, ukuran dan struktur yang bervariasi. Struktur sel rumit, namun demikian semua sel mempunyai persamaan dalam beberapa segi dasar. Jaringan yang menyusun tumbuh-tumbuhan terdiri dari jaringan muda dan dewasa. Jaringan-jaringan ini dapat ditemukan pada bagian akar, batang dan daun tumbuhan. Jaringan ini dapat dilihat dengan membuat suatu preparat penampang dari bagian-bagian tumbuhan (Amanda, 2007).
Berdasarkan teori diatas maka dilakukanlah percobaan tentang pembuatan preparat dengan metode parafin.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara pembutan preparat pada akar tanaman jagung Zea mays dengan menggunakan metode parafin.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak cara dalam pembuatan preparat jaringan tumbuhan, diantaranya adalah dengan metode parafin. Metoda ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metoda ini. Kebaikan-kebaikan metoda ini adalah irisan yang dihasilkan jauh lebih tipis dari pada menggunakan metoda beku atau metoda seloidin. Dengan metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mikron, tapi dengan metode paraffin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini. Prosedurnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin. Namun metode paraffin juga memiliki kelemahan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakaan, bila menggunakan metode ini. Sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan medode ini (Praptomo, 2010).
Metode paraffin termasuk metode sayatan yang banyak digunakan, karena hampir semua jaringan dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan secara mikroskopis dari suatu jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai elemen jaringan dapat diamati atau diteliti melalui preparat permanen yang dibuat dengan metode paraffin. Pembuatan preparat dengan metode paraffin adalah metode yang paling umum digunakan untuk pembuatan preparat permanent, baik pada tumbuhan ataupun pada hewan (Anonim, 2011).
Metode parafin merupakan cara pembuatan preparat permanen yang menggunakan parafin sebagai media embedding dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 mikron-8 mikron. Metode ini memiliki irisan yang lebih tipis daripada menggunakan metode beku atau metode seloidin yang tebal irisannya kurang lebih mencapai 10 mikron. Langkah-langkah penting dalam metode ini antara lain fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section), penempelan, pewarnaan, dan penutupan. Larutan fiksasi yang digunakan untuk proses fiksasi adalah larutan Bouine. Larutan fiksasi ini merupakan larutan yang mampu bereaksi dan menandai suatu sel dengan spesimen diiris setipis mungkin. Hal ini mendukung laju fiksasi dalam sel (Botanika 2008).
Proses pertama yang disiapkan dalam menyiapkan materi segar dalam pengamatan mikroskopis yaitu fiksasi. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah mencegah kerusakan jaringan, menghentikan proses metabolisme secar cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat diwarnai sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan (Anonim, 2011).
Faktor-faktor yang berperan dalam fiksatif adalah buffer (pH), suhu yang rendah mencegah autolisis,untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi digunakan irisan setipis mungkin, perubahan volume, osmolaliitas pada larutan fiksatif, penambahan deterjen sehingga fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan waktu fiksatif. Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan. Bahan yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali (Botanika, 2008).
Embedding merupakan proses pelilinan suatu organ dengan menggunakan kotak kertas. Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis dengan menggunakan mikrotom. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas dalam embedding yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai suatu jaringan. Jaringan atau sampel akan ditanam di ketas kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku pada bagian dasar dalam kotak dan setelah penempelan jaringan dilanjutkan dengan penutupan dengan parafin sampai membeku (Anonim, 2011).
Proses penyayatan (sectioning) diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel, sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk segi empat. Letak mata pisau pada mikrotom menentukan hasil yang diperoleh. Hasil sayatan diambil dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Pita hasil sayatan ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca obyek tersebut diletakkan di atas meja penangas ( haeting plate). Meyer albumin memiliki kandungan putih telur dan gliserin dan merupakan pelakat alami yang sangat baik (Hugo 2008).Proses pewarnaan dilakukan setelah preparat dideparafinasi dengan merendam preparat pada xylol. Salah satu pewarna metode parafin pada jaringan hewan adalah hematoxylin dan Eosin. Zat warna hematoxilin ini bersifat aquaosa (Anonim, 2011).
Irisan utuh suatu specimen sangat bermanfaat bagi sudi pembelajaran. Dengan adanya preparat utuh maka dapat diamati bagian-bagian jaringan dan jenis sel yang ada dalam satu preparat. Dalam pembuatan preparat utuh diupayakan permanen atau awet agar sewaktu-waktu dapat diamati kembali. Dalam pembuatan preparat hendaknya dipahami karakteristik tanaman yang akan diambil sebagai spesimen. Karakteristik tersebut dapat berdasarkan atas pengelompokan jenis batang, termasuk dalam herba atau berkayu kemudian dilanjutkan berdasarkan penentuan tumbuhan tersebut tergolong dalam angiospermae atau gymnospermae dan selanjutnya tumbuhan itu tergolong dalam tumbuhan dikotil atau monokotil. Perbedaan karakteristik tumbuhan yang akan diambil sebagai spesimen menentukan larutan fiksatif dan zat warna yang akan digunkan dalam pembuatan preparat (Setjo, 2004).
Karakteristik tumbuhan yang akan diambil spesimennya juga menentukan waktu pada tahap-tahap pemrosesan. Misalnya waktu yang berlebih pada suatu tahap pengecatan akan mengakibatkan suatu warna menjadi terlalu gelap dan mungkin warna lainnya menjadi kurang atau bahkan hilang. Keberhasilan pembuatan preparat permanen ini tergantung pada lima tahap yang utama yaitu fiksasi, dehidrasi, penjernihan, perembesan dan pengeblokan parafin serta pewarnaan. Larutan fiksatif yang dipilih, perembesan parafin yang bagus dan zat warna yang akan digunakan menentukan keberhasilan preparat irisan (Setjo, 2004).
Pada prinsipnya pembuatan preparat irisan terdiri atas beberapa tahap yaitu koleksi specimen, fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi, pengeblokan, pengirisan, penempelan, pewarnaan dan mounting. Prinsip koleksi specimen adalah specimen tidak mengalami kekeringan dan kerusakan sebelum difiksasi. Tujuan fiksasi adalah untuk mematikan dengan cepat spesimen yang berupa jaringan dan sel-sel juga utuk mempertahankan struktur sel dan jaringan sebagaimana aslinya. Udara dalam jaringan spesimen harus dikeluarkan terlebih dahulu kemudian diganti dengan larutan fiksatif (Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001).
Selanjutnya dilakukan dehidrasi yaitu tahap pengeluaran air dari jaringan dengan perendaman alkohol secara bertingkat dan dalam jangka waktu tertentu. Kemudian pengambilan alkohol dilakukan dengan perendaman dalam xylol secara bertahap dengan jangka waktu tertentu. Proses penggantian larutan penjernih dengan merendam spesimen dalam parafin. Penggantian xylol dalam jaringan oleh parafin berlangsung secara berangsur-angsur. Proses penggantian ini berlangsung di dalam oven sehingga xylol tidak menguap dan parafin tidak membeku. Temperatur oven lebih tinggi sedikit di atas titik cair parafin (Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001).
Selanjutnya dilakukan pengeblokan atau embedding, pengeblokan ini mengguna-kan kotak atau takir yang dibuat dari kertas kalender. Pada saat pengeblokan spesimen diletakkan sesuai posisi yang diinginkan. Setelah itu parafin didinginkan dengan segera. Setelah dingin maka dilakukan pengirisan, pengirisan digunakan alat mikrotom biasanya dengan ukuran 10 mikron sampai 14 mikron. Irisan akan berbentuk seperti pita-pita. Pemindahan irisan menggunakan kuas kecil yang telah dibasahi ujungnya dengan air (Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001).
Penempelan menggunakan perekat haupt kemudian disimpan dalam kotak pengering. Selanjutnya akan dilakukan pewarnaan dan mounting. Dalam proses pewarnaan dilakukan dalam jangka waktu tertentu, jika terlalu lama atau terlalu singkat dapat menyebabkan warna preparat menjadi kurang atau bahkan terlalu gelap. Selanjutnya dilakukan mounting dengan ditetesi balsam kanada sehingga irisan akan tetap awet dengan struktur sel serta jaringan (Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001).
Proses penempelan spesimen ke kaca benda tidak benar-benar melekat sehingga saat pewarnaan spesimen ada yang lepas. Agar spesimen dapat menempel sempurna pada kaca benda dibutuhkan tenggat waktu yang cepat antara peletakkan spesimen pada kaca benda yang telah diberi pelekat Haupt. Setelah benar-benar melekat di kaca benda maka irisan yang berada di kaca benda dipanaskan di atas lampu spiritus untuk lebih memaksimalkan perlekatannya (Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001).
Zat warna yang digunakan tidak hanya satu macam karena tidak semua sel dapat menyerap satu macam zat warna. Pada saat pewarnaan preparat akar inisel dalam jaringan tidak terwarnai. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu yang digunakan untuk pemberian warnanya terlalu singkat sehingga zat warna belum terserap sempurna oleh jaringan. Pewarna yang diberikan pada irisan dalam jangka waktu tertentu, kurang atau lebih waktu yang digunakan menyebabkan warna preparat menjadi kurang atau terlalu gelap. Sedangkan hasil preparat yang tidak utuh dapat disebabkan oleh suhu sekitar ruangan yang kurang mendukung saat dilakukan pengirisan selain itu masih tersisanya air atau alkohol dalam jaringan juga dapat menyulitkan dalam pengirisan (Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001).
Mikrotom adalah mesin untuk mengiris spesimen biologi menjadi bagian yang sangat tipis untuk pemeriksaan mikroskop. Beberapa mikrotom menggunakan pisau baja dan digunakan untuk mempersiapkan sayatan jaringan hewan atau tumbuhan dalam histologi (Wikipedia, 2011).
Mikrotom tangan merupakan mikrotom dengan bentuk paling sederhana. Alat ini biasa digunakan di laboratorium sekolah untuk membuat sayatan spesimen yang tipis sekali (kurang lebih 20), supaya dapat dilihat di bawah mikroskop. Misalnya sayatan daun, batang, akar, dan sebagainya (Anonim, 2011).
Alat ini terbuat dari logam berbentuk seperti klos benang yang berongga di tengah. Di dalam rongga terdapat sebuah ulir yang bagian atasnya rata dan bagian bawahnya melekat atau bersatu dengan dasar alat itu. Bila dasar alat itu diputar dari kiri atau ke kanan, maka bidang ulir bagian atas yang rata itu akan bergerak ke atas atau ke bawah dengan interval 20 tiap putaran. Rongga tersebut adalah tempat untuk meletakkan benda yang akan disayat tipis, biasanya dibalut lilin atau gabus (Wikipedia, 2011).
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu penggaris, silet, pipet tetes, botol kaca, botol plastik, pisau, nampan dan gelas ukur.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu air, tanaman jagung Zea mays, aquadest, alkohol, formalin, box kecil, xilol, parafin dan asam asetat.
III.3 Cara Kerja
Cara kerja pada percobaan ini yaitu :
Menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan
Membuat larutan yang akan digunakan
Memotong akar dari jagung secara melintang dengan panjang 2 mm
Menfiksasi dengan cara merendam akar tersebut pada larutan FAA selama 24 jam
Mendehidrasikan dengan alkohol bertingkat yaitu 70%, 80%, 90%, dan 96% masing – masing selama 30 menit.
Mendealkoholisasikan dengan perbandingan alkohol xilol yaitu 3 : 1, 1 : 1, dan 1 : 3
Kemudian merendamnya lagi pada xilol 1 dan xilol 2 masing – masing sebanyak 10 ml selama 30 menit
Meremdamnya lagi pada perbandingan xilol parafin yaitu 1 : 9
Menfiltrasi dengan parafin murni, infiltrasi 1 untuk mencelupkan dan infiltrasi 2 untuk mencetak
Melakukan penyelubungan yaitu penanaman jaringan dengan menggunakan parafin murni, dengan menuang parafin ke dalam box kertas yang telah dibuat kemudian dimasukkan jaringan tumbuhan dan biarkan membeku selama beberapa hari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan ini membuat preparat dengan menggunakan akar dari tanam jagung Zea mays dengan metode parafin. Akar dari tanaman tersebut dipotong secara melintang dengan ketebalan 2 mm. Selanjutnya difiksasi menggunakan larutan FAA (Formalin, Asam asetat glacial dan alkohol 96%) selama 24 jam, dengan tujuan untuk menjaga atau mengawetkan seluruh stuktur sel sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama dengan keadaan aslinya pada waktu masih hidup. Kemudian di dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat yang dimulai dari konsentrasi 70%, 80%, 90%, dan 96% masing-masing selama 30 menit, dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan air. Selanjutnya melakukan dealkoholosasi yang menggunkan perbandingan xilol : alcohol yaitu 1:3, 1:1, dan 3:1 masing-masing selama 30 menit, dengan tujuan mengeluaran alkohol dari jaringan tersebut juga maksimal sehingga larutan xilol inilah yang nantinya dapat terikat langsung dengan parafin dan agar jaringan akar tersebut dapat beradaptasi.
Selanjutnya dilakukan perendaman dengan menggunakan xilol murni yaitu xilol I dan xilol II masing-masing 30 menit, dengan tujuan agar jaringan betul-betul bebas dari alkohol sehingga hanya ada xilol yang tersisa. kemudian dilanjutkan perendaman menggunakan perbandingan xilol : parafin yaitu 1 : 9 selama 30 menit, dengan tujuan untuk menghilangkan xilol dari jaringan. Kemudian melakukan infiltrasi dengan menggunakan parafin murni, infiltrasi I dilakukan untuk mencelupkan, hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan kandungan xilol secara maksimum serta untuk merekatkan jaringan dan infiltrasi II untuk mencetak kedalam box kecil yang sudah disediakan, hal tersebut dilakukan agar jaringan dapat dengan mudah terpotong tanpa merusak jaringan akar tersebut. Kemudian dilakukan pengirisan dengan menggunakan mikrotom, namun hal ini tidak dilakukan karena alat tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil percobaan yang telah dilakukan yaitu metode parafin merupakan suatu cara pembuatan preparat yang menggunakan parafin sebagai media penanamannya. Pembuatan preparat pada metode parafin ini terdiri dari beberapa tahap yaitu pemotongan, fiksasi, dehidrasi, dealkoholisasi, infiltrasi, perekatan dengan gliserin, dan pewarnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, 2007, Membuat Preparat Melintang Dengan Metode Parafin, http://monocotil.blogspot.com, Diakses pada tanggal 20 September 2011.
Botanika, 2008, Fixation, Embedding, Sectioning, http://botanika.biologija.org, Diakses pada tanggal 20 September 2011.
Lianury, Robby N, 2000, Histologi, Universitas Hasanuddin Press, Makassar.
Praptomo, 2010, Pembuatan Preparat Parafin Jaringan Tumbuhan (Mikroteknik), http://www.nagkoyo.com, Diakses pada tanggal 20 September 2011.
Setjo, Susetyoadi, 2004, Anatomi Tumbuhan, Universitas Negeri Malang, Malang.
Widjajanto dan Susetyoadi Setjo, 2001, Mikroteknik Tumbuhan, Universitas Negeri Malang, Malang.
0 komentar:
Posting Komentar